Senin, 28 Mei 2012

KOTAK BIRU

Malam ini yang ada di benakku adalah engkau, Berlembar-lembar memori yang setiap ujungnya hangus terbakar. karena emosi jiwa, kembali dalam genggaman telapak tanganku. Masih saja lembar-lembar ini menyisakan debu, lembar-lembar diary yang setiapnya ada namamu, ada kisah tentang kita. (*)--- Entahlah.. malam ini ingin sekali aku membacanya, mewujudkannya dalam imaji fragmen cinta yang setiap adegannya adalah engkau dan aku. Ada kekeh panjang, ada bahak lebar, ada senyum manjamu, ada cemburu kita, ada segala tentang kisah kita. Kubaca dengan senyum hingga sampai imajiku pada adegan terakhir fragmen cinta,… oh… aku urung membacanya, aku tak sanggup mewujudkan dalam imaji fragmen cinta. Lalu mata ini berlarian ke rak-rak buku, ke laci almari dan mejaku, meraba-raba, tak ada yang tertangkap dalam kepekaan. Kemudian mata ini terpaku pada sebuah kotak berwarna biru, kotak yang sangat jelas ku ingat adalah kotak surat-suratku. Ada ribuan kata-kata saling tindih disana, mungkin juga saling bercanda dan bercerita tentang waktu berpijak kita yang tak sama. (*)--- Ku buka kotak biru dengan senyum, ku ambil segepok surat-surat bertulis namamu, benar… ini surat cinta darimu. Surat cinta yang telah lusuh usang berlumur lumpur jaman, berurutan dari terawal. Kemudian ku ambil yang terakhir dan kuselipkan pada diary halaman terakhir. (*)--- Dan tanpa sadar..aku membaca semua surat-surat cinta darimu yang berpuluh-puluh lembar itu, yang tiga tahun berjalan dan terhenti itu. Kita telah menelorkan ribuan ukiran kata pada puluhan surat cinta yang tercipta, berlipat-lipat suka dan duka disana, adakala huruf-huruf itu menonjok-nonjok bibirku hingga ‘mecucu’, adakala kata-kata itu menggelitik bibirku hingga tersenyumku, adakala kalimat-kalimat itu mengerutkan dahiku. (*)--- Namun entahlah.. fragmen ini kembali terhenti pada halaman terakhir diary dan pada sepucuk surat terakhir. Aku ragu tuk menyelesaikan fragmen imaji ini.. Tapi, fragmen ini harus berakhir... saat ini.

Minggu, 06 Mei 2012

KELUH

Sekujur tubuh lusuh dibalut peluh, mencoba menahan berat beban di bahu, di bawah naungan malam gelap tanpa suluh. Seringkali ku ayun langkah seribu, tapi tak lebih dua jengkal jarak saja kutempuh.. Entah kurang daya atau kakiku melumpuh. Entah karena beban berkilo beratnya, atau sekedar imbas rasa letih dan jenuh..pada tujuan yang serasa menjauh.. (*)--- Fatamorgana garis finish, perwujudan mimpi dan harapan dalam pikiran, memacu langkah, tapi bebatuan emosi dan nafsu menyurutkan semangat, manakala telanjang kakiku memar terantuk. Lalu umpat dan makian keluar sebagai hujatan, menyalahkan batu bisu, yang tak tahu menahu. Udara dingin sangat, dalam liarnya alam, membekukan peredaran darah, sehingga seluruh jasad kibas tak merasa terpa angin dan tak merasakan apapun. Hanya gemetaran tanpa penghangat tubuh. Semakin memendekkan tempuhan. Belum lagi jika biar sebentar, badai puyuh dan puting beliung mengamuk melewati raga yang terhuyung. Sekuat karangpun, tetap manusia lemah dan banyak keluh..berat…berat…beban semakin memberat.. (*)--- Apa yang membuatnya memberat? hendak kuhempas atau kutinggal dia melekat, serasa menyatu dengan tubuh. Setiap kilo jarak, makin bertambah bukannya berkurang…berat dan makin memberat.. (*)--- Di peristirahatan terakhir, kutelusuri kembali jejakku, dg mata hati. Apa yang membuat bebanku dalam perjalanan ini memberat.. dan jawabannya, bukan aral rintang, bukan batu dan onak, duri ilalang, bukan jurang dan kelokan2, bukan jalan yang serasa tak berujung, bukan dingin dan topan badai, bukan perintang dan halangan…tapi keyakinan yang memudar dalam menjalani uji.. Keyakinan atas kemampuan diri, keyakinan atas pertolongan Allah dan yang tak lepas dari pikiran dan ucapan…KELUH…umpatan tanpa jeda..tanpa sela..syukur. Itu yang membuta dan membuatku buta kemudahan, rasa ringan dan jalan keluar.. Dan aku harus menemukan penerang untuk gelap ini, agar mendapat kemudahan melihat dan meneruskan perjalanan..dan bila ingin kusudahi keberatan beban, maka harus kusudahi keluhan dan menggantinya dengan syukur berkelimpahan, rasa yang membuat jiwa tenang dan tak merasa letih, seperti dingin membebalkan rasa sakit. Dan rasa senang yang lahir dari syukur itu mengangkat bebanku dan meringankannya….atas ijin Allah (*)--- Di garis akhir, seluruh beban akan kutinggalkan, dan berganti dengan kenyataan dari impian, karenanya harus kutempuh perjalanan hingga batas. Sewajarnya.. tiap langkah beban bertambah…karena segala kesulitan beragam terus beserta. Setiap jalan dilalui, setiap rintangan dilewati, tidak akan pernah sama biar serupa, Itulah sabda alam, itulah ketentuan Allah. Itu nikmat hidup sebenarnya, warna yang mengajari ketegaran, keberanian dan kebijakkan, bukan kejenuhan akan hidup yang datar dan sama saja. (*)--- Yang kubutuh kini untuk lanjut berjalan, cahaya sebagai penerang, dan pemicu rasa gembira, peringan beban… keduanya bersumber satu jua… tak lain dan tak bukan Allah tempat kembali…segala sesuatuNYa. Semoga Dia Mengampuni segala dosa dan berkenan melimpahi sebagian CintaNYa. Amin.